Jelaskan masa perundagian dalam aspek ekonomi, sosial, dan budaya!
Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian dianggarkan telah mengakui pembagian kerja. Ini dapat dilihat dari kerja barang logam. Pengerjaan logam memerlukan kemahiran, tidak semua orang boleh melakukan pekerjaan ini. Di samping itu, terdapat orang yang mempunyai objek logam. Oleh itu, dalam tempoh perundagian telah terjadi lapisan sosial. Malah bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi ada peniaga yang menjual logam itu. Pada masa kehidupan sosial perundagian sudah biasa dengan sistem sosial yang sudah biasa. Masyarakat hidup terikat dengan normanorma dan nilai. Ini norma dan nilai dicipta oleh diri mereka, dipersetujui dan digunakan sebagai panduan dalam hidup mereka. Seperti halnya dalam sistem sosialisasi, ada pemimpin sekarang dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan wujud apabila dilihat dari ciptaan alat untuk pengebumian. Kuburannya adalah kuburan yang disertai dengan ketentuan bagi orang-orang dalam bentuk mayat. Model kubur ini diramalkan hanya untuk para pemimpin. Sistem penghidupan pada masa pembahagian telah berkembang. Lampiran makanan bahan-bahan yang disediakan oleh alam semula jadi mula berkurangan. Mereka mampu memproses sumber-sumber yang ada dalam alam untuk digunakan sebagai makanan. Cara pertanian telah mula berubah kepada pertanian dengan sawah. Terdapat perbezaan cara penanaman dengan sawah. Dalam bidang pertanian ada kebiasaan meninggalkan tempat yang diproses, jika tanah tidak bertambah baik, sehingga kehidupan mereka tetap tidak tetap. Sementara di sawah padi tidak lagi bergerak, mereka hidup secara kekal. Ini kerana penanaman tanah pertanian sudah menggunakan baja yang membantu kesuburan tanah. Oleh itu, rakyat tidak akan meninggalkan tanah mereka. Bukti kewujudan kehidupan padi adalah dengan ciptaan alat pertanian logam, seperti bajak, pisau, dan alat lain.
Benda-benda yang dihasilkan
Objek yang dihasilkan dalam era perundagian berkembang dari segi teknik pembuatan. Teknik pembuatan logam utama dicairkan, yang kemudian dibentuk mengikut bentuk yang dikehendaki. Terdapat dua teknik percetakan logam iaitu bivolve dan cire perdue. Teknik Bivolve dilakukan dengan menggunakan acuan batu yang boleh digunakan berulang kali. Cetakan terdiri daripada dua bahagian (kadang-kadang lebih, terutamanya untuk objek besar) diikat. Ke rongga acuan itu dituangkan tembaga cair. Kemudian acuan dibuka selepas kering logam. Teknik cawangan perdue juga dikenali sebagai percetakan lilin. Cara yang dilakukan adalah membuat model cetakan objek lilin. Acuan kemudian dibalut dengan tanah liat. Selepas itu tanah liat yang mengandungi lilin dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Kemudian terdapat objek pembakaran liat kosong. Bentuk rongga adalah sama seperti lilin yang telah cair. Selepas logam cecair sejuk, acuan tanah liat dipecah dan cecair logam yang telah dibekukan membentuk suatu barang mengikut rongga yang terdapat dalam tanah liat.
Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu, yaitu sebagai berikut.
Bejana. Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
Nekara. Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan). Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia. Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
Kapak corong. Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani. Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.
Perhiasan. Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali. Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan. Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
Perunggu. Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Sistem kepercayaan
Pada masa perundagian mempunyai sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeza dari zaman sebelumnya. Amalan kepercayaan mereka masih menyembah nenek moyang. Perkara yang membezakannya adalah alat yang digunakan untuk amalan kepercayaan. Pada masa perundagian, objek yang digunakan untuk amalan kepercayaan biasanya dibuat dari gangsa. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh lelaki dalam tempoh perundagian masih mengekalkan hubungan dengan si mati. Pada masa ini, amalan pengebumian menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang dihormati dan orang biasa. Pemakaman orang-orang terkenal selalu dilengkapi dengan barangan mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang ramai. Sebaliknya, jika mereka yang mati adalah orang biasa, upacara mereka mudah dan kubur mereka tidak dilengkapi barang-barang mewah. Upacara sebagai bentuk kepercayaan ritual berkembang. Mereka melakukan upacara bukan sahaja berkaitan dengan nenek moyang, tetapi berkaitan dengan kehidupan kehidupan mereka. Sebagai contoh terdapat majlis khas yang dijalankan oleh masyarakat pesisir, terutama para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pesisir ini, iaitu penyembahan kuasa yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa adalah apa yang mereka anggap memberikan kemakmuran hidupnya. Berada di kawasan luar bandar atau ladang terdapat majlis menawarkan kuasa yang dianggap sebagai pemberi berkat hasil pertanian.
- Aspek Ekonomi: masyarakat mulai membagi pekerjaan sesuai dengan keahlian masing-masing
- Aspek Sosial: Munculnya Stratifikasi sosial. Contoh : perbedaan hak antara masyarakat biasa dan kepala suku
- Aspek budaya: Sudah bisa membuat alat-alat dari logam
Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian dianggarkan telah mengakui pembagian kerja. Ini dapat dilihat dari kerja barang logam. Pengerjaan logam memerlukan kemahiran, tidak semua orang boleh melakukan pekerjaan ini. Di samping itu, terdapat orang yang mempunyai objek logam. Oleh itu, dalam tempoh perundagian telah terjadi lapisan sosial. Malah bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi ada peniaga yang menjual logam itu. Pada masa kehidupan sosial perundagian sudah biasa dengan sistem sosial yang sudah biasa. Masyarakat hidup terikat dengan normanorma dan nilai. Ini norma dan nilai dicipta oleh diri mereka, dipersetujui dan digunakan sebagai panduan dalam hidup mereka. Seperti halnya dalam sistem sosialisasi, ada pemimpin sekarang dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan wujud apabila dilihat dari ciptaan alat untuk pengebumian. Kuburannya adalah kuburan yang disertai dengan ketentuan bagi orang-orang dalam bentuk mayat. Model kubur ini diramalkan hanya untuk para pemimpin. Sistem penghidupan pada masa pembahagian telah berkembang. Lampiran makanan bahan-bahan yang disediakan oleh alam semula jadi mula berkurangan. Mereka mampu memproses sumber-sumber yang ada dalam alam untuk digunakan sebagai makanan. Cara pertanian telah mula berubah kepada pertanian dengan sawah. Terdapat perbezaan cara penanaman dengan sawah. Dalam bidang pertanian ada kebiasaan meninggalkan tempat yang diproses, jika tanah tidak bertambah baik, sehingga kehidupan mereka tetap tidak tetap. Sementara di sawah padi tidak lagi bergerak, mereka hidup secara kekal. Ini kerana penanaman tanah pertanian sudah menggunakan baja yang membantu kesuburan tanah. Oleh itu, rakyat tidak akan meninggalkan tanah mereka. Bukti kewujudan kehidupan padi adalah dengan ciptaan alat pertanian logam, seperti bajak, pisau, dan alat lain.
Benda-benda yang dihasilkan
Objek yang dihasilkan dalam era perundagian berkembang dari segi teknik pembuatan. Teknik pembuatan logam utama dicairkan, yang kemudian dibentuk mengikut bentuk yang dikehendaki. Terdapat dua teknik percetakan logam iaitu bivolve dan cire perdue. Teknik Bivolve dilakukan dengan menggunakan acuan batu yang boleh digunakan berulang kali. Cetakan terdiri daripada dua bahagian (kadang-kadang lebih, terutamanya untuk objek besar) diikat. Ke rongga acuan itu dituangkan tembaga cair. Kemudian acuan dibuka selepas kering logam. Teknik cawangan perdue juga dikenali sebagai percetakan lilin. Cara yang dilakukan adalah membuat model cetakan objek lilin. Acuan kemudian dibalut dengan tanah liat. Selepas itu tanah liat yang mengandungi lilin dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Kemudian terdapat objek pembakaran liat kosong. Bentuk rongga adalah sama seperti lilin yang telah cair. Selepas logam cecair sejuk, acuan tanah liat dipecah dan cecair logam yang telah dibekukan membentuk suatu barang mengikut rongga yang terdapat dalam tanah liat.
Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu, yaitu sebagai berikut.
Bejana. Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di daerah Madura dan Sumatera.
Nekara. Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik, gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam, maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa, Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan). Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang. Nekara ini disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman Majapahit. Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambar-gambar gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang tercantum pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua Asia. Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
Kapak corong. Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak. Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa. Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani. Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional. Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara, seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.
Perhiasan. Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda yang diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik. Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali. Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik banyak digunakan untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan. Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain Bogor, Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
Perunggu. Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Sistem kepercayaan
Pada masa perundagian mempunyai sistem kepercayaan yang tidak jauh berbeza dari zaman sebelumnya. Amalan kepercayaan mereka masih menyembah nenek moyang. Perkara yang membezakannya adalah alat yang digunakan untuk amalan kepercayaan. Pada masa perundagian, objek yang digunakan untuk amalan kepercayaan biasanya dibuat dari gangsa. Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh lelaki dalam tempoh perundagian masih mengekalkan hubungan dengan si mati. Pada masa ini, amalan pengebumian menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang dihormati dan orang biasa. Pemakaman orang-orang terkenal selalu dilengkapi dengan barangan mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak oleh orang ramai. Sebaliknya, jika mereka yang mati adalah orang biasa, upacara mereka mudah dan kubur mereka tidak dilengkapi barang-barang mewah. Upacara sebagai bentuk kepercayaan ritual berkembang. Mereka melakukan upacara bukan sahaja berkaitan dengan nenek moyang, tetapi berkaitan dengan kehidupan kehidupan mereka. Sebagai contoh terdapat majlis khas yang dijalankan oleh masyarakat pesisir, terutama para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pesisir ini, iaitu penyembahan kuasa yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa adalah apa yang mereka anggap memberikan kemakmuran hidupnya. Berada di kawasan luar bandar atau ladang terdapat majlis menawarkan kuasa yang dianggap sebagai pemberi berkat hasil pertanian.